Menurut Susanto dan Wijanarko
(2004), dalam menghadapi persaingan yang ketat, merek yang kuat merupakan suatu
pembeda yang jelas, bernilai, dan berkesinambungan, menjadi ujung tombak bagi
daya saing perusahaan dan sangat membantu dalam strategi pemasaran. Keller
(1993) juga menyatakan bahwa brand equity adalah keinginan dari seseorang untuk
melanjutkan menggunakan suatu brand atau tidak. Pengukuran dari brand equity
sangatlah berhubungan kuat dengan kesetiaan dan bagian pengukuran dari pengguna
baru menjadi pengguna yang setia.
Beberapa pengertian brand equity adalah:
Beberapa pengertian brand equity adalah:
1. Susanto
dan Wijanarko (2004), ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas
merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau
mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada perusahaan
atau pelanggan .
2. East
(1997), “Brand equity or brand strength is the control on purchase exerted by a
brand, and, by virtue of this, the brand as an asset that can be exploited to
produce revenue” .
Artinya ekuitas merek atau kekuatan merek adalah kontrol dari pembelian dengan menggunakan merek, dan, kebaikan dari merek, merek sebagai aset yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan pendapatan.
Artinya ekuitas merek atau kekuatan merek adalah kontrol dari pembelian dengan menggunakan merek, dan, kebaikan dari merek, merek sebagai aset yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan pendapatan.
3. Kotler
dan Armstrong (2004), “Brand equity is the positive differential effect that
knowing the brand name has on customer response to the product or service” .
Artinya ekuitas merek adalah efek diferensiasi yang positif yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa.
Artinya ekuitas merek adalah efek diferensiasi yang positif yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa.
Jadi brand equity adalah kekuatan
suatu brand yang dapat menambah atau mengurangi nilai dari brand itu sendiri
yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa yang
dijual.
Menurut Soehadi (2005), kekuatan suatu merek (brand equity) dapat diukur berdasarkan 7 indikator, yaitu:
Menurut Soehadi (2005), kekuatan suatu merek (brand equity) dapat diukur berdasarkan 7 indikator, yaitu:
·
Leadership: kemampuan untuk
mempengaruhi pasar, baik harga maupun atribut non-harga.
·
Stability: kemampuan untuk
mempertahankan loyalitas pelanggan.
·
Market: kekuatan merek
untuk meningkatkan kinerja toko atau distributor.
·
Internationality: kemampuan
merek untuk keluar dari area geografisnya atau masuk ke negara atau daerah
lain.
·
Trend: merek menjadi
semakin penting dalam industri.
·
Support: besarnya dana yang
dikeluarkan untuk mengkomunikasikan merek.
·
Protection: merek tersebut
mempunyai legalitas.
Menurut
Susanto dan Wijanarko (2004) yang mengadaptasi teori Aaker, brand equity dapat
dikelompokkan ke dalam 5 kategori:
a. Brand awareness
Beberapa pengertian brand awareness adalah sebagai berikut:
° Brand awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu.
° Menurut East (1997), “Brand awareness is the recognition and recall of a brand and its differentiation from other brands in the field”.
Artinya brand awareness adalah pengakuan dan pengingatan dari sebuah merek dan pembedaan dari merek yang lain yang ada di lapangan.
Jadi brand awareness adalah kemampuan konsumen untuk mengingat suatu brand dan yang menjadikannya berbeda bila dibandingkan dengan brand lainnya.
Ada 4 tingkatan brand awareness yaitu:
a. Brand awareness
Beberapa pengertian brand awareness adalah sebagai berikut:
° Brand awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu.
° Menurut East (1997), “Brand awareness is the recognition and recall of a brand and its differentiation from other brands in the field”.
Artinya brand awareness adalah pengakuan dan pengingatan dari sebuah merek dan pembedaan dari merek yang lain yang ada di lapangan.
Jadi brand awareness adalah kemampuan konsumen untuk mengingat suatu brand dan yang menjadikannya berbeda bila dibandingkan dengan brand lainnya.
Ada 4 tingkatan brand awareness yaitu:
1. Unaware of brand (tidak
menyadari merek)
Merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.
Merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.
2. Brand recognition
(pengenalan merek)
Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seorang pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian.
Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seorang pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian.
3. Brand recall (pengingatan
kembali terhadap merek)
Pengingatan kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk.Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan merek tersebut.
Pengingatan kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk.Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan merek tersebut.
4.
Top of mind (puncak pikiran)
Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan orang tersebut dapat menyebutkan satu nama merek, maka merek yang paling banyak disebutkan pertama kali merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada di dalam benak konsumen.
Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan orang tersebut dapat menyebutkan satu nama merek, maka merek yang paling banyak disebutkan pertama kali merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada di dalam benak konsumen.
Ada 4 indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh konsumen aware terhadap sebuah brand antara lain:
·
Recall yaitu seberapa jauh
konsumen dapat mengingat ketika ditanya merek apa saja yang diingat.
·
Recognition yaitu seberapa
jauh konsumen dapat mengenali merek tersebut termasuk dalam kategori tertentu.
·
Purchase yaitu seberapa
jauh konsumen akan memasukkan suatu merek ke dalam alternatif pilihan ketika
akan membeli produk/layanan.
·
Consumption yaitu seberapa
jauh konsumen masih mengingat suatu merek ketika sedang menggunakan produk/layanan
pesaing.
b. Perceived quality
Didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang
diharapkan.
Didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang
diharapkan.
c. Brand association
Adalah sesuatu yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah produk.
Asosiasi ini tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan.
Keterikatan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya.
Adalah sesuatu yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah produk.
Asosiasi ini tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan.
Keterikatan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya.
d. Brand loyalty
Merupakan ukuran kesetiaan seorang pelanggan pada sebuah merek. Loyalitas memiliki tingkatan sebagaimana dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
1. Tingkat
loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau sama sekali tidak
tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Dengan demikian, merek
memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian. Pada umumnya, jenis
konsumen seperti ini suka berpindah-pindah merek atau disebut tipe konsumen
switcher atau price buyer (konsumen lebih memperhatikan harga di dalam
melakukan pembelian).
2. Tingkat
kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang digunakan, atau
minimal tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya, tidak terdapat dimensi
ketidakpuasan yang cukup memadai untuk mendorong suatu perubahan, terutama
apabila pergantian ke merek lain memerlukan suatu tambahan biaya. Para pembeli
tipe ini dapat disebut pembeli tipe kebiasaan (habitual buyer).
3. Tingkat
ketiga berisi orang-orang yang puas, namun memikul biaya peralihan (switching
cost), baik dalam waktu, uang atau resiko sehubungan dengan upaya untuk
melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut dengan
konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila melakukan
penggantian ke merek lain. Para pembeli tipe ini disebut satisfied buyer.
4. Tingkat
keempat adalah konsumen benar-benar menyukai merek tersebut.
Pilihan konsumen terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi, seperti simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakannya, atau kesan kualitas yang tinggi. Para pembeli pada tingkat ini disebut sahabat merek, karena terdapat perasaan emosional dalam menyukai merek.
Pilihan konsumen terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi, seperti simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakannya, atau kesan kualitas yang tinggi. Para pembeli pada tingkat ini disebut sahabat merek, karena terdapat perasaan emosional dalam menyukai merek.
5. Tingkat
teratas adalah para pelanggan yang setia. Para pelanggan mempunyai suatu
kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna suatu merek. Merek tersebut
sangat penting bagi pelanggan baik dari segi fungsinya, maupun sebagai ekspresi
mengenai siapa pelanggan sebenarnya(commited buyers).
e. Other proprietary brand assets
Adalah hal-hal lain yang tidak termasuk dalam 4 kategori diatas tetapi turut membangun brand equity.
Sedangkan menurut Kim dan Kim (2004), brand equity meliputi 4 hal, antara lain loyalitas merek, perceived quality, citra merek, dan brand awareness.